Candi Songgoriti


Nama ‘Songgoriti’ berasal dari bahasa Jawa Kuno dari kata dasar ‘sanggha’ yang berarti kelompok, rombongan, kumpulan, dan ‘riti’ yang artinya logam sebangsa perunggu, kuningan. Dengan demikian nama Songgoriti berarti ‘timbunan logam’. Di daerah sekitar Songgoriti sampai sekarang masih ditemukan nama-nama tempat seperti Kemasan (tempat pengrajin emas) dan Pandesari (pusat pandai logam).

Nama ini kemungkinan berkaitan dengan sebuah prasasti yang ditemukan tak jauh dari situs candi, yaitu Prasasti Sangguran yang bertarikh 850 Çaka atau 928 M. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa bersama dengan patihnya yang bernama Rakryan Mahapatih Mpu Sindok Sri Isanawikrama dari Kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah. Candi Songgoriti ini dibangun karena banyaknya kawah panas yang membuat Mpu Sindok dan Mpu Supo meminta kepada Yang Maha Kuasa dengan bertapa sehingga kawah disumpat dengan candi sehingga kawasan memiliki 3 kawah panas dengan suhu sekitar 45Celcius. Di dalam candi Songgoriti terdapat 3 mata air yang memancar keluar, dan memiliki karakter yang berbeda. Karakter air pertama adalah air dingin yang tidak mengandung Belerang. Karakter kedua adalah air panas yang tidak mengandung belerang, dan karakter ketiga adalah air panas yang mengandung belerang dan warnanya kekuning-kuningan. Candi juga digunakan untuk membuat pusaka Mpu Sindok dan Mpu Supo. Berdasarkan cerita rakyat yang beredar hingga kini, Candi Songgoriti ini dulunya tidak memiliki kandungan air panas. Akan tetapi karena Candi Songgoriti ini merupakan tempat penyucian benda benda pusaka, maka mata air yang di dalam candi tersebut terpengaruh oleh kekuatan magis benda benda pusaka tersebut, sehingga kemudian dalam salah satu mata air yang memancar keluar berubah menjadi panas.


Candi Songgoriti berada di Jl. Trunojoyo No.36, Songgokerto, Kec. Batu, Kota Batu, Jawa Timur 65312 lokasi candi ini berada di lingkungan Pemandian Air Panas Alami (PAPA), atau berdekatan dengan Pasar Wisata Songgoriti. Reruntuhan candi di Dusun Songgoriti ini kali pertama diinformasikan oleh Wouter Hendrik Van Ijsseldijk tahun 1799. Pemberita berikutnya adalah Jonathan Rigg tahun 1849 dan Jaan Frederik Gerrit Brumund tahun 1863. Pada Tahun 1902, J. Knebel melakukan inventarisasi. Lantas dilanjutkan dengan restorasi (pemugaran) pada tahun 1921, dengan hasil restorasi sebagaimana dapat dilihat sekarang. Hasil restorasi tersebut diberitakan dalam OV (Oudheidkundig Verslag) terbitan tahun 1938.


Tinggalan arkeologis ini merupakan paduan dua bentuk, yaitu candi dan petirtaan menjadi "candi-petirtaan". Bangunan Candi Songgoriti ini berada pada ketinggian 998 meter diatas permukaan laut (sekitar 3 X 3 meter, tinggi : 3,5 meter) terdiri atas susunan balok - balok batu andesit dan pondasinya dari batu bata. Candi berdiri di atas petak tanah berbangun bujur sangkar (14,50 X 10 meter) yang kini tampak tinggal dua sisi (timur dan utara) dikeliling oleh kolam air belerang serupa pulau (dwipa). Meski bangunan candi sudah tidak utuh lagi, namun keberadaannya sangatlah memiliki arti sebagai bukti tuanya usia peradaban di Kota Batu.

Komentar